Pemberian Amplop dan Penyelundupan Hukum di Sidang IPA Martubung

sidang ipa martubung

topmetro.news – Sejumlah fakta terungkap pada lanjutan sidang IPA Martubung yang digelar di PN Medan, Kamis (17/1/2019). Di antaranya adalah penolakan amplop dari jaksa oleh saksi dan istilah penyelundupan hukum yang disampaikan kuasa hukum terdakwa.

Soal penolakan amplop diungkapkan salah seorang saksi bernama Bambang saat diperiksa di depan majelis hakim. Menurut dia, saat itu dirinya bersama saksi lain diperiksa hingga larut malam. Usai pemeriksaan di Kejari Belawan itu, jaksa yang memeriksa memberikan amplop yang disebut untuk biaya transport. Namun menurut Bambang, dirinya menolak pemberian itu.

Catatan Sidang IPA Martubung

Sedangkan istilah penyelundupan hukum dilontarkan di dalam sidang oleh penasehat hukum terdakwa, Andar Sidabalok SH MH. Kepada majelis hakim, dia mengungkapkan, ada menemukan jawaban Mahdi dan Bambang di BAP, yang persis sama termasuk titik dan koma. Ada 14 item yang persis sama, hanya nomor urut berbeda.

Untuk itu, Andar minta agar sidang IPA Martubung itu mencatat, bahwa JPU melakukan penyeludupan hukum karena ada BAP yang copy paste.

Catatan lain dari Andar dalam sidang IPA Martubung itu adalah, ditemukannya perbedaan tanggal di BAP dan laporan audit. Menurut Andar ini adalah penyeludupan hukum lainnya.

Memang, ketika BAP ditunjukkan dalam sidang itu, saksi Bambang mengaku sebagian bukan jawaban darinya. Salah satunya, Bambang tak pernah ditanya soal Scada tapi di BAP ada jawaban dirinya soal Scada

Saksi pun mengaku, saat dia menandatangani BAP, kondisinya sudah terketik dan dia tak lagi membaca semua.

Sementara dalam kesaksiannya, Bambang menyampaikan, bahwa pengadaan barang, pembayaran, dan lainnya, semua atas nama KSO, bukan Flora.

Saksi juga mengaku tidak pernah ada mengetahui ada kerugian negara hingga Rp18 miliar lebih. Dan disampaikannya, pekerjaan 100 persen. Saksi Bambang juga mempertanyakan apa dasar auditor menyatakan pekerjaan tidak selesai. Sebab, kata dia, kalau ada salah satu dari Milestone yang tak selesai, maka sistem tak akan berjalan.

Menjawab pertanyaan hakim Rodslowny Lumbantobing SH, saksi mengaku pernah juga bekerja dengan sistem EPC di KIM dan berjalan lancar.

Tanpa Mark Up dan Komisi

Sebelumnya, di sidang IPA Martubung ini, turut memberi kesaksian Kepala Cabang Medan PT Bambang Jaya Jenny. Perusahaan ini berpusat di Jakarta. Saksi ini memberitahukan barang apa saja yang dibeli dari mereka, di antaranya trafo dan tata cara pembayarannya.

Disampaikan, semuan barang didatangkan dari Surabaya. Setiap barang yang keluar diuji coba dulu. Untuk proyek IPA Martubung disampaikan, mereka benar menjualkan dua unit trafo. Disampaikan, perusahaan mereka tidak ikut memasang. Mereka hanya suplai. Yang pasang kontraktor.

Soal adanya selisih pembelian yang dikembalikan, saksi sempat mengaku lupa ke rekening siapa. Tapi disampaikannya, dia tak pernah jumpa dengan Flora. Sementara order barang dikatakannya, dilakukan atas nama KSO.

Untuk memperjelas soal rekening, hakim kembali menanyakannya kepada saksi. Karena menurut hemat hakim, kalau urusan adalah KSO, maka rekening adalah KSO. Dan saksi pun menyampaikan bahwa setiap transaksi termasuk pengembalian uang adalah melalui rekening KSO.

Menjawab kuasa hukum, saksi mengatakan tidak pernah ada titipan harga atau permintaan mark up dari Flora Simbolon.

Tak Pernah Jumpa Terdakwa

Saksi lainnya adalah Direktur PT Karya Tama Technica Krismanto. Menjawab pertanyaan hakim, dia mengaku tahu soal IPA Martubung dari Mahdi Azis, yang datang karena butuh barang untuk proyek.

Selanjutnya antara saksi dan Mahdi diskusi soal barang yang dibutuhkan. Disampaikannya, bahwa mereka khusus distributor Snider yang merupakan produk asal Perancis. Dijelaskan juga, bahwa Mahdi selalu datang sendiri dan tak pernah bersama terdakwa.

Krismanto menjelaskan, proses selanjutnya dalam pembelian barang adalah melakukan penawaran harga yang dikirim ke KSO. Ketika sudah ada kesepakatan harga, maka KSO melakukan pembayaran lewat transfer ke rekening perusahaan.

“Karena tidak kenal dengan KSO, maka transfer dulu baru barang dikirim. KSO adalah konsumen baru,” katanya.

Dalam sidang itu saksi menjelaskan, bahwa dengan Mahdi mereka diskusi soal teknis. Lalu dengan Flora soal nego harga. “Dan semua urusan dengan Flora melalui telepon,” katanya.

Menjawab pertanyaan hakim Rodslowny, saksi mengaku tahu soal terdakwa setelah membuat penawaran. “Sebelumnya tidak kenal,” katanya.

“Sesudah dipesan, barang dirakit dulu selama kurang lebih dua bulan. Perusahaan jual lepas. Usai pembayaran, barang diantar ke lokasi. Selanjutnya pemasangan dan lain-lain menjadi urusan kontraktor,” katanya.

Hakim Tegur Jaksa

Saat jaksa bertanya soal pelelangan kepada saksi, hakim ketua menegur, karena menurut hematnya, saksi tidak tahu soal itu. Karena jual lepas. Namun demikian, hakim tetap mempersilahkan jaksa bertanya.

“Tanya saja kita sudah tahu jawabannya,” kata hakim. Dan ketika jaksa bertanya, saksi memang menjawab tidak tahu.

Sementara menjawab pertanyaan kuasa hukum, saksi mengatakan tidak ada permintaan mark up dari terdakwa. Juga sama sekali tidak ada komisi kepada terdakwa Flora. Di akhir penjelasannya, saksi menyampaikan bahwa antara perusahaannya dengan KSO murni urusan bisnis.

BACA JUGA: Dugaan Pemerasan Kasus IPA Martubung, Andar Sidabalok Apresiasi Perhatian Kejagung

EPC Bukan Harga Satuan

Di akhir pemeriksaan saksi untuk dirinya, Flora menjelaskan bahwa proyek IPA Martubung menggunakan sistem EPC. Bukan pakai harga satuan. Jadi kalau mau ditanya soal satuan maka sistem harus diganti.

Soal permohonan perubahan denda dari 1 per mil dari keseluruhan nilai kontrak menjadi 1 per mil dari nilai yang belum selesai, diakui memang mereka ajukan. Apakah dikabulkan, kata dia, itu wewenang PDAM.

“Dan soal denda 1 per mil dari kerja yang belum selesai, sudah dilakukan di IPA Sunggal. Dan dalam kontrak juga memang ada ppilihan. Jadi bukan tiba-tiba disetujui begitu saja,” katanya.

reporter: Jeremi Taran dan Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment